Kisah Agoeng Widyatmoko
(36). Seorang Lelaki kelahiran Yogyakarta ini memilih jalan berbeda
untuk menjadi pengusaha, setelah perusahaan media tempatnya bekerja
tutup pada 2005. Ia Kena PHK setelah Perusahaan tempat ia bekerja
kolaps.
Lalu Apa yang akan dilakukan orang jika
terkena PHK? Kebanyakan pasti akan segera mencari pekerjaan lagi. Tapi
tidak demikian dengan Agoeng Widyatmoko.
Agoeng memang terbilang
nekat. Apalagi, uang pesangon yang diberikan perusahaan setelah PHK
hanya cukup untuk bertahan hidup beberapa bulan saja. Untuk membuat
portfolio, ia lantas mencoba menulis buku.
Bidang penulisan merupakan usaha yang
menjadi incarannya, sesuai dengan profesi wartawan yang dia geluti
sebelumnya. Namun, membangun bisnis memang tak semudah membalik telapak
tangan. Apalagi, saat itu banyak orang belum paham apa saja yang bisa
dikreasikan dari jasa penulisan.
Buku pertama yang di Rilisnya gagal di pasaran. Namun, Agoeng tak patah arang. Ia yakin, penulisan adalah bisnis yang cukup menjanjikan, apalagi saat itu relatif jarang pesaingnya. Agoeng
lantas menulis buku kedua berjudul 100 Peluang Usaha UMKM. Tak
disangka, buku itu masuk kategori best seller dan dicetak ulang hingga
tujuh kali.
Karna buku keduanya itu, Agoeng
lantas sering diundang mengisi seminar tentang wirausaha. Suatu kali,
ketika diundang mengisi materi di Pulau Bangka, ia ditanya oleh salah
satu peserta seminar.
“Ada yang bertanya, dari 100 peluang itu, saya sudah coba usaha apa saja? Pertanyaan itu membuat saya kesetrum,”
Agoeng yang menikah
pada 2007 dengan Anita Marfi yang bekerja di sebuah perusahaan
advertising lantas sepakat, akan membesarkan usaha jasa penulisannya,
yang kemudian mereka namai DapurTulis. Sang istri—yang lantas memutuskan
keluar dari pekerjaannya—bertugas jualan, Agoeng yang mengontrol kualitas kerjanya.
Karena jasa penulisan belum popular,
untuk mendapat klien, mereka harus jualan ke mana-mana. “Pokoknya yang
ada peluang bikin annual report, buku biografi, sampai mengisi konten
website kami coba tawari,” papar Agoeng. Modalnya, kartu nama seharga Rp 60 ribu satu boks yang ditulisi aneka jasa yang bisa mereka lakukan.
“Salah satu perjuangan berat kami adalah
menjalankan usaha di rumah petak kontrakan. Bukan saja ukuran tempatnya
terbatas, kan tak mungkin mengajak klien meeting di rumah petak,” kata Agoeng sembari tertawa.
Tapi, karena keterbatasan itulah, mereka
justru kompak saling menghibur kalau belum berhasil mendapat klien.
Hingga, dari sekian puluh yang didatangi, tak dinyana klien pertama
didapat dari rekomendasi teman sang istri, hasil mengobrol di sebuah
kampus di Depok.
“Pertama dapat klien Alhamdulillah
langsung disuruh mengisi konten website lembaga wisata internasional,
Singapore Tourism Board.”
Sejak saat itu, berkat referensi pekerjaan dari sebuah lembaga internasional. Agoeng mulai mendapat beberapa pekerjaan penulisan yang cukup lumayan.
Dibantu beberapa karyawan tetap dan
lepasan, DapurTulis mulai mendapat order beragam. Dari mengisi konten
website, membuat annual report, hingga menuliskan biografi sejumlah
orang.
“Beberapa yang membanggakan kami adalah
dua buku biografi yang kami bantu penulisannya pernah dibahas secara
khusus di acara Kick Andy,” kenang Agoeng.
Bukan itu saja. DapurTulis juga pernah
dipercaya membuat Annual Report ASEAN Secretariat yang digunakan sebagai
salah satu materi meeting ASEAN Summit 2011 di Bali yang dihadiri oleh
Presiden Amerika Serikat, Barack Obama.
Soal omzet, Agoeng
menyebut, berkat jasa penulisan, DapurTulis bisa membangun rumah kantor
di Depok, Jawa Barat, dari hasil kerja setara satu setengah tahun saja.
“Tapi bisnis ini memang hasilnya tidak
bisa dipastikan. Sebab, bisnis berbasis kreativitas tak ada patokan
dasar harganya,” terangnya.
“Untuk menjaga omzet, kini kami menyasar
berbagai yayasan dan LSM, karena selain pasarnya belum banyak yang
menggarap, juga ada nilai sosialnya.”
Saat ini, Agoeng
bersama tim DapurTulis juga acap berbagi ilmu penulisan, baik informal
untuk kegiatan sosial yang gratisan, maupun dalam wujud pelatihan
profesional di berbagai lembaga.
“Dengan makin banyak orang yang paham
kekuatan tulisan, dunia pendidikan juga akan makin maju. Bisnis
penulisan pun akan makin jadi peluang yang menjanjikan, bukan semata
soal uang, tapi juga sebagai warisan ilmu yang bisa diberikan ke anak
cucu.”
Begitulah, Agoeng
bersyukur pernah terkena PHK, karena dari situlah dia merasa tertantang
untuk membuka usaha dan bisa berkembang seperti sekarang.
“Kunci nya hanya satu, lakukan apa yang kita bisa semaksimal mungkin, pasti ada jalan.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar